Nusantaratv.com-Research and Development Indonesia Commodity and Derivatives Exchange (ICDX) Taufan Dimas mengatakan penguatan nilai tukar (kurs) didukung antisipasi pasar terkait potensi Bank Indonesia mempertahankan suku bunga acuan.
“Pasar mengantisipasi Bank Indonesia akan mempertahankan suku bunga acuan di level 6,25 persen pada RDG (Rapat Dewan Gubernur) 19–20 Agustus 2025 pekan depan,” kata Taufan Dimas di Jakarta, Rabu (13/8/2025), dilansir dari Antara.
Nilai tukar rupiah pada penutupan perdagangan hari Rabu di Jakarta menguat sebesar 88 poin atau 0,54 persen menjadi Rp16.202 per dolar Amerika Serikat (AS) dari sebelumnya Rp16.290 per dolar AS.
Kurs Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (JISDOR) Bank Indonesia pada hari ini juga menguat ke level Rp16.237 per dolar AS dari sebelumnya sebesar Rp16.298 per dolar AS.
Ekspektasi ini dinilai menjaga daya tarik imbal hasil rupiah, dan mendorong aliran dana asing ke pasar obligasi pemerintah.
Optimisme tersebut turut diperkuat persepsi stabilitas kebijakan moneter BI di tengah ketidakpastian global.
Melihat dari faktor global, kinerja rupiah diuntungkan pelemahan dolar AS pasca rilis data Consumer Price Index (CPI) dan Producer Price Index (PPI) AS pada Juli 2025 yang melambat, yakni inflasi di angka 2,7 persen year on year (yoy) dari perkiraan 2,8 persen. Hal ini memicu ekspektasi pasar atas kemungkinan pemangkasan suku bunga The Fed pada kuartal IV-2025.
“Melemahnya CPI menandakan tekanan harga di AS mulai mereda, sehingga mengurangi tekanan terhadap mata uang negara berkembang,” ujar Taufan.
Sentimen risk-on global juga meningkat setelah data manufaktur Tiongkok menunjukkan perbaikan, lanjutnya, sehingga mendorong arus modal masuk ke emerging markets.
Kombinasi ekspektasi kebijakan moneter BI, pelemahan dolar, dan optimisme global ini dianggap menjadi katalis utama yang mengangkat kurs rupiah di tengah dinamika fluktuasi pasar.
Senada, Kepala Ekonom Permata Bank Josua Pardede menilai penguatan rupiah karena faktor CPI AS. Berdasarkan angka tersebut, Menteri Keuangan AS Scott Bessent menyebutkan bahwa pemotongan 50 basis points (bps) oleh The Fed perlu dipertimbangkan, sejalan dengan tekanan Presiden AS Donald Trump agar pelonggaran lebih agresif.
Efeknya, lanjut Josua, Asia-Pacific Currencies (Asia FX) serempak menguat dengan Rupiah dan Baht memimpin, sementara imbal hasil UST 10Y cenderung turun.
Melihat dari sisi domestik, minat asing ke Surat Berharga Negara (SBN) meningkat. Lelang SBN terbaru membukukan penawaran Rp162 triliun, tertinggi sejak tahun 2016. Selain itu, yield Indo 10Y stabil turun, sehingga menambah pasokan valas dan menopang rupiah.
Arus pada SBN pasca lelang dan antisipasi Rancangan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (RAPBN) 2026 disebut menjadi penentu tambahan. “Dampaknya ke rupiah akan terbatas selama disiplin fiskal (lebih kecil dari 3 persen terhadap Produk Domestik Bruto/PDB) terjaga,” ungkap Josua.