Prof Hardinsyah: MBG Adalah Investasi Jangka Panjang untuk SDM Indonesia

Prof Hardinsyah: MBG Adalah Investasi Jangka Panjang untuk SDM Indonesia

Nusantaratv.com - 04 Desember 2025

Guru Besar Ilmu Gizi IPB, Prof. Hardinsyah, Guru Besar Ilmu Gizi IPB, Prof. Hardinsyah, (Dokumentasi Nusantara TV)
Guru Besar Ilmu Gizi IPB, Prof. Hardinsyah, Guru Besar Ilmu Gizi IPB, Prof. Hardinsyah, (Dokumentasi Nusantara TV)

Penulis: Alamsyah

Nusantaratv.com - Upaya pemerintah memperluas Program Makan Bergizi Gratis (MBG) tengah menjadi sorotan, karena dinilai bukan hanya menyangkut distribusi makanan tetapi juga kualitas gizi dan literasi pangan masyarakat.

Guru Besar Ilmu Gizi IPB, Prof. Hardinsyah menekankan, keberhasilan program nasional ini hanya dapat dicapai jika aspek pengawasan dan edukasi gizi ditingkatkan secara serius.

Berbicara dalam program NTV Prime, Rabu 3 Desember 2025, Prof. Hardinsyah mengingatkan bahwa kebijakan pemenuhan pangan pada dasarnya merupakan bentuk tanggung jawab negara untuk melindungi hak warga terhadap akses makanan sehat.

Menurutnya, prinsip tersebut harus menjadi fondasi utama penyelenggaraan MBG di seluruh daerah.

Baca Juga: Program MBG Perkuat Ketahanan Gizi Nasional, Prof. Hardinsyah Dorong Pengawasan Lebih Optimal

Di tengah capaian besar pemerintah yang telah menjangkau lebih dari 43,8 juta penerima manfaat dan mengoperasikan lebih dari 16 ribu dapur layanan. Prof. Hardinsyah mencatat sejumlah tantangan di lapangan, terutama terkait konsistensi standar gizi.

Ia mencontohkan masih ditemukannya porsi buah yang jauh di bawah ketentuan.

“Ada yang menyajikan potongan buah terlalu tipis. Secara gizi ini tidak memenuhi kebutuhan harian,” ujarnya.

Ia menilai ketidaksesuaian kecil seperti itu dapat berdampak besar apabila terjadi secara berulang.

Untuk itu, ia mendorong agar penyedia layanan mendekati target zero defect dalam penyajian makanan, sesuai komposisi yang telah dirancang setara sepertiga kebutuhan gizi harian.

Sementara itu, khusus bagi kelompok rentan seperti ibu hamil dan balita, Prof. Hardinsyah menilai pola distribusi makanan matang yang harus diantarkan ke rumah kerap menimbulkan risiko tidak tepat sasaran.

Ia mengusulkan model campuran: makanan siap santap ditambah bahan pangan mentah sehingga keluarga dapat ikut mengolah makanan.

Cara ini dinilai bukan hanya menjaga keberlanjutan pasokan, tetapi juga memberi unsur pemberdayaan bagi penerima manfaat.

“Tidak sekadar menerima, tetapi mereka ikut menyiapkan. Itu penting untuk membangun kebiasaan makan sehat,” jelasnya.

Di tengah perdebatan mengenai penyediaan susu harian dalam MBG, ia menegaskan bahwa susu merupakan pilihan yang baik, namun tidak wajib diberikan setiap hari karena keterbatasan anggaran dan logistik.

Sumber protein yang lebih mudah dijangkau seperti telur serta ikan tawar maupun ikan laut di wilayah pesisir harus dapat dimaksimalkan.

Selain penyediaan makanan, menurut Prof. Hardinsyah, kemampuan anak dalam memahami manfaat makanan sehat adalah kunci. Tanpa edukasi, ia menilai program hanya akan berhenti pada konsumsi sesaat tanpa perubahan perilaku.

“Guru memiliki peran penting. Karena ahli gizi jumlahnya terbatas, guru dapat menjadi garda depan edukasi seperti kader posyandu,” ujarnya.

Dengan anggaran Rp335 triliun yang telah dialokasikan pemerintah untuk 2026, Prof. Hardinsyah optimistis MBG dapat membawa pengaruh besar pada kualitas SDM Indonesia. Namun ia menegaskan, besarnya anggaran harus diimbangi dengan manajemen lapangan yang rapi.

Jika pengawasan, distribusi, kualitas menu, dan edukasi berjalan konsisten, ia meyakini MBG dapat mencetak generasi yang lebih kuat secara kesehatan dan kompetitif secara global.

“Ini bukan hanya program makan, ini investasi jangka panjang bagi masa depan bangsa,” pungkasnya.

Dapatkan update berita pilihan terkini di nusantaratv.com. Download aplikasi nusantaratv.com untuk akses berita lebih mudah dan cepat melalui:



0

x|close